KamtibnasVISI DAN MISI

MASYARAKAT PUNCAK JAYA SEPAKAT DAMAI DAN MEMBANGUN PUNCAK JAYA

Kalome – Menindaklanjuti upaya perdamaian yang sebelumnya telah dilaksanakan di Distrik Ilu sehari sebelumnya, Pemda Puncak Jaya juga melaksanakan belah kayu Doli di Distrik kalome sebagai tanda perdamaian sekaligus menyudahi pertikaian pasca pelantikan kepala kampung tanggal 23 juli 2018 lalu di Distrik Mulia. Rombongan muspida pun bertolak dari Mulia ke Kalome didampingi Aparat keamanan, Sabtu (3/11)
Rombongan muspida yakni, Bupati Puncak Jaya Yuni Wonda, S.Sos, S.IP, MM, Wakil Ketua II DPRD Mendi Wonerengga, Wakil Bupati Puncak Jaya Deinas Geley, S.Sos, M.Si, Kapolres Puncak Jaya AKBP. Ary Purwanto, Dandim 1714/PJ Letkol Inf. Akmil Satria Martayuda Darmawi, Plt. Sekda Tumiran, S.Sos, M.AP, Sekwan Daud Wendamili, SH, Plt. Kepala BPBD Matius Kiwo, Kepala Satpol PP Herman D. Wanma, S.STP bersama anggotanya.
Sebagai syarat adat, belah kayu doli dilakukan di jalan poros Tingginambut – Kalome sebagai tanda pihak I yaitu kelompok distrik Kalome dengan pihak II dari kelompok distrik Tingginambut yang sepakat ingin berdamai.
Terlihat keseriusan kedua pihak bertikai ingin berdamai adalah kerjasama kedua pihak dalam membuat gerbang kayu doli yang merupakan simbol perdamaian, berbentuk seperti gerbang atau gapura yang akan dilewati. Itikad yang positif terlihat saat pembuatan gapura sederhana dari kayu yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Ada yang menarik sesaat sebelum upacara adat kedua massa bergerak menuju tempat kesepakatan, dengan tariat adat perang. Hal ini sontak memvuat yang hadir terkejut, namun ini adalah bagian dari pertunjukan kekuatan kedua kubu tetapi bukan untuk perang, sebaliknya untuk damai.
Dipandu oleh Sekwan Daud Wendamili, acara dilanjutkan dengan doa pembuka oleh bapak pdt. Onetimus Gire. Dalam doa dikatakan bahwa “Pemerintah adalah wakil Allah yang sah, saat Yesus disalibkan kita telah didamaikan dengan darahnya, dan saat ini dengan darah dari babi yang akan kita korbankan akan menjadi bukti perdamaian kita.” tutur Gire.
Prosesi adat belah kayu doli sendiri merupakan proses panjang menuju kata damai. Peristiwa hari ini adalah bagian dari rangkaian itu, karena masih masih harus ditempuh prosesi patah panah, bakar batu perdamaian, dst. Sebagai daerah di pegunungan tengah, masyarakat masih memegang teguh adat ini untuk penyelesaian masalah.
Setibanya rombongan Muspida, dari kejauhan masing-masing perwakilan berpenampilan awam (melabur wajah dgn arang, bulu kasuari membawa panah dan berkalung taring babi) lalu sambil membawa anak babi yang menjadi syarat seserahan antar kubu. Sedangkan massa yang lain menyaksikan dari jauh dan tidak diperbolehkan mengintervensi perwakilan/ kepala perang. Momen sakral ditandai saat kedua pihak memanah anak babi sembari di lempar ke arah kubu sebelah. Saat itulah terjadi komitmen bersama keduanya. Akan terlihat apa yang terjadi selepas babi dipanah yang secara kacamata adat menjawab permasalahan. Serah terima ke pihak seberang dilanjutkan saling berjabat tangan (saling memaafkan diiringi isak tangis) disaksikan Muspida, aparat keamanan dan masyarakat setempat.
Agar dapat dibuktikan secara administrasi, dilanjutkan dengan penandatanganan berita acara sepakat damai dari kedua belah pihak dan ditutup oleh penandatanganan dari Muspida sebagai fasilitator. Hal ini penting agar secara hukum, pihak yang bersepakat berkomitmen untuk tidak mengulangi perang di kemudian hari.
Pihak yang ikut bersepakat dari pihak I ( Terban Wonda, Pinggirnuwer Wanimbo, Gawan Wenda, Tekian Kogoya, Esman Kogoya), dari pihal II (Yotius Gire, Tenakir Gire, Dei Walia, Tekiles Tabuni, Mailes Wonda).
Kapolres Puncak Jaya AKBP Ary Purwanto dalam arahannya mengimbau kedua pihak untuk menjaga kedamaian. “Kita telah menyaksikan satu momentum sejarah dimana hari ini Tuhan menunjukan kuasa-Nya. Selama ini kita bertikai hingga menimbulkan korban material sdah selesai, tdak ada lagi amarah, benci dan dendam. Mari kita sama2 bergandengan tangan antara pemerintah dan masyarakat mengawal pembangunan. Tidak ada masalah yang tidak bisa di selesaikan” jelas Ary.
Dandim 1714/PJ Akmil Satria Martayuda Darmawi mengajak agar selepas perdamaian ini seluruh pihak dapat mengganti dengan pembangunan. “Terima kasih karena sudah sepakat menjaga perdamaian dan membangun kabupaten Puncak Jaya, tak usah lagi ada busur dan panah yang mengakibatkan korban jiwa, tapi mari kita gantikan busur dan panah itu dengan skop dan linggis untuk menanam buah merah, markisa, nenas dan lainnya. Apabila masih ada kelompok yang masih kurang paham akan kami tangani. Damai itu indah” tegas Akmil.
Wakil ketua II DPRD, Mendi Wonerengga berharap tidak ada lagi pemalangan. “Permasalahan apapun yang terjadi pasti ada solusi, tidak harus dengan cara perang saudara/suku. Saya harap tidak ada lagj pemalangan sehingga transportasi Wamena – Mulia tetap lancar sampai saat ini.” ungkap Mendi Wonerengga.
Bupati Yuni Wonda menuturkan bahaya provokasi ditengah masyarakat. “Pemerintahan tidak akan pernah berhenti berputar, akan terus ada sampai ke anak cucu kita nanti. saya mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga keamanan di Kabupaten Puncak Jaya bahwa pengangkatan dan pemberhentikan kepala kampung adalah kewenangan dan tanggungjawab Bupati. Jangan mudah terpengaruh/terprovikasi oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab .” tegas Bupati.
Bupati juga menambahkan bahwa proses hukum yang sudah berjalan terkait masalah kampung tengah dikawal agar keputusan adil dan bertanggung jawab. “Mengganti Kepala Kampung adalah kewenangan Bupati berdasarkan kinerja, karena itu SK. Bupati terkait pengangkatan Kepala Kampung adalah sah dan sesuai prosedur. Masalah pengangkatan dan pemberhentian kepala kampung sementara dalam proses hukum di PTUN Jayapura. Kemungkinan akan naik banding, Kasasi selama proses itu butuh waktu cukup lama.” ungkap Bupati Yuni Wonda.
Pihaknya berharap selama proses hukum berjalan, semua pihak tunduk dan taat terhadap proses hukum. “Saya minta kepada Kapolres dan Dandim, bila kedepannya masih ada pihak yang menjadi provokator silahkan tangkap dan proses ke lembaga.” tegas Bupati Yuni.
Wakil Bupati Deinas Geley dalam arahannyajuga menegaskan bahwa posisi kepala daerah adalah netral dan milik semua masyarakat. “Kami Bupati dan Wakil Bupati adalah anak asli Puncak Jaya, Masyarakat dari mibut sampai jigonikme dan torere sampai fawi adalah masyarakat kami. Kami akan melayani tanpa membeda – bedakan.” ungkap Deinas Geley.
Usai arahan dari Muspida Puncak Jaya, acara pun ditutup dengan pernyataan dari kedua pihak yang sepakat mengatakan “Kami masyarakat sepakat untuk berdamai dan menghentikan perang demi anak, istri, dan semua keluarga kami”.
Yang menjadi catatan penting bahwa untuk menuntaskan kesepakatan damai ini akan dilanjutkan dengan acara patah panah/ lepasberupa bakar batu dari kedua pihak bertikai. Direncanakan rangkaian acara perdamaian itu dijadwalkan mulai tanggal 12 s/d 15 November 2018, yang dimulai dari distrik ilu, nioga, kalome, sampai ke distrik Tingginambut.
(Humas Puncak Jaya)

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button