PASCA PUTUSAN MA, Plt. SEKDA MINTA SEMUA PIHAK MENAHAN DIRI
Mulia – Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya sampai saat ini belum melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus penonaktifan 125 kepala kampung oleh Bupati Puncak Jaya, Yuni Wonda. Sebelumnya dalam putusan Mahkamah Agung nomor 367 K/Tun/2019 tanggal 26 September 2019 menyatakan menolak kasasi tergugat dalam hal ini Bupati Puncak Jaya, Yuni Wonda dan mewajibkan rehabilitasi harkat dan martabat penggugat (kepala kampung) dan mengembalikan mereka ke posisi semula sebagai kepala kampung yang sah.
Pelaksana tugas (Plt) Sekda kabupaten Puncak Jaya, Tumiran S,Sos.MAP menyatakan, sampai saat ini Bupati Puncak Jaya, Yuni Wonda belum mengeluarkan putusan atau kebijakan apapun dalam menyikapi putusan MA tersebut.
“Saya selaku pelaksana tugas (Plt) Sekda dan seluruh jajaran pemerintahan yang ada tentu, kami berpatokan pada keputusan bupati yang terakhir dalam proses pemerintahan selanjutnya. Dan kami tetap komitmen sebaga staf Bupati, tetap mendukung kebijakan tersebut karena melihat sampai sekarang belum ada putusan terbaru dari Bupati. Sehingga sampai saat ini kami melaksanakan tugas sesuai Surat Keputusan (SK) 188.45/95/KPTS/2018 Tanggal 22 Juni tentang Pengangkatan Kepala Kampung dan Sekretaris Kampung di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya periode tahun 2018-2024,” tegas Tumiran dalam jumpa pers di kantor Bupati Puncak Jaya, Selasa (26/11)
Dirinya mengaku, pasca putusan MA tidak mempengaruhi pada situasi dan kondisi keamanan di Puncak Jaya.
“Hingga saat ini, situasi dan kondisi di Puncak Jaya secara umum sangat kondusif, aktivitas masyarakat, pemerintahan, pendidikan dan perekonomian berjalan seperti biasanya,”ungkapnya.
Tumiran menjelaskan, memang sejak dilantik sebagai Yuni Wonda dilantik sebagai Bupati dan Deinas Geley sebagai Wakil Bupati melaksanakan tugas , mereka menghendaki terlaksananya pemerintahan, pembangunan dan pembinaa masyarakat di kabupaten Puncak Jaya secara umum bisa berjalan aman dan lancar Oleh karenanya bupati melakukan evaluasi secara menyeluruh mulai di tingkat pemerintah kabupaten, tingkat distrik hingga ke tingkat kampung.
“Salah satu yang menjadi permasalahan kemarin terjadi pergantian atau evaluasi terhadap beberapa kepala kampung yang dinilai Bupati memiliki kinerja kurang memuaskan, sehingga mengeluarkan SK tentang pergantian, dan pengangkatan pelaksana tugas kepala kampung,” paparnya.
“Dalam perjalanan selanjutnya terkait dengan adanya pengangkatan pelaksanan tugas kepala kampung, ada beberapa pihak yang tidak puas dan akhirnya mengajukan gugatan di PTUN Jayapura dalam gugatan tersebut dimenangkan oleh penggugat artinya surat SK Bupati tidak berlaku demi hukum, kembalikan lagi dengan kondis semula,” jelas Tumiran panjang lebar
Namun disisi lain sebagai tergugat, Bupati Puncak Jaya mempunyai hak untuk memenangkan dengan melakukan upaya banding ke PTUN Makassar.
Seiring upaya banding tersebut, Bupati masih punya kewenangan untuk memberikan teguran pertama, kedua dan seterusnya terkait dengan pelaksanaan pelaporan kepala kampung terhadap bupati sesuai dengan ketentuan yang berlaku
“Nah karena peringatan pertama kedua dan seterusnya tidak diidahkan oleh kepala kampung, maka bupati kemudian mengeluarkan surat keputusan tentang pemberhentian dan pengangkatan pelaksana tugas kepala kampung yang di registrasi dalam nomor 2 dalam bulan januari februari. Surat keputusan inilah yang kemudian jadi patokan untuk proses pemerintahan selanjutnya,” tegas Tumiran
Tidak Pengaruhi Penyaluran Dana Kampung Kepala Dinas Pemberdayaan Kampung menegaskan, terkait putusan MA ini tidak mempengaruhi proses penyaluran dana kampung/desa tahap tiga di wilayah Puncak Jaya.
“Karena sesuai aturan penyaluran dana desa dari pemeritah pusat yang berhak menerima dana desa yang sudah sah dilantik diangkat oleh bupati puncak Jaya sehingga kami tetap mengacu pada SK terkahir Bupati,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Distrik Mulia, Tekiles Wenda SSTP.
“Mewakili 27 kepala distrik, kami semua sepakat menunggu keputusan kepala daerah. Karena kami sebagai bawahan, tinggal menunggu arahan Bupati,” ucapnya.
Kepala Kampung Pruleme, Bas Samori menyampaikan sebagai kalau ada anak daerah Puncak Jaya yang bicara soal masalah pemberhentian kepala kampung di media, itu tidak boleh. Sebaiknya jika ada permasalahan, datang bicara baik baik di Puncak Jaya, bukan bicara di media.
“Kalau merasa diri ada masalah, kami pikir datang kesini bicara baik baik. Intinya kami kepala kampung hanya dengar keputusan bupati. SK yang sudah di sahkan itu sebagai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Klasis Gidi Mulia, Pdt. Yosep Murib, mengaku sebagai kerohaniawan dirinya telah mengambil sumpah janji para pelaksana tugas kepala kampung yang dilantik dan disaksikan oleh seluruh masyarakat Puncak Jaya sehingga itu sudah dianggap sah di mata Tuhan dan masyarakat.
“Tuhan taruh pemerintah dan gereja, Tuhan taruh disini kita hanya untuk doa dan belajar firman Tuhan” pesannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, proses panjang gugatan 125 orang kepala kampung di kabupaten Puncak Jaya, Papua perihal penonaktifan mereka dari jabatan oleh Bupati Puncak Jaya, Yuni Wonda akhirnya berbuah manis di tingkat Mahkamah Agung (MA).
Hakim MA yang diketuai Dr. H Yulius dan anggota masing-masing Dr. Hari Djatmiko dan Dr. Yosran dalam putusannya nomor 367 K/Tun/2019 tanggal 26 September 2019, sebagaimana salinan yang diterima pengacara tanggal 7 November 2019, menguatkan gugatan para kepala kampung yang menggugat keputusan Bupati Puncak Jaya, Yuni Wonda.
“Putusan MA adalah menolak kasasi tergugat dalam hal ini Bupati Puncak Jaya, Yuni Wonda, dan mewajibkan rehabilitasi harkat dan martabat penggugat dan mengembalikan mereka ke posisi semula sebagai kepala kampung yang sah,” kata pengacara para kepala kampung, Herman Bongga Salu di Jayapura, Senin (11/11/2019).
Herman yang didampingi sejumlah kepala kampung yang menggugat menambahkan, dengan putusan dari MA ini berarti telah final. Sebab, sejak awal gugatan mereka diterima dan dikabulkan PTUN Jayapura, dan banding di PTTUN Makasar pun menguatkannya.
“Hasil PTUN Makasar masih dibawa oleh pihak tergugat untuk kasasi di MA. Hasilnya MA menolak kasasi tergugat seperti salinan yang kami pegang ini. Dengan demikian kepala kampung versi SK Bupati adalah cacat hukum, dan wajib bagi Bupati mengembalikan kedududkan para penggugat,” urainya.
“Memang ada waktu bagi bupati lakukan putusan ini. Kalau seumpam tidak dilakukan maka PTUN akan tetapkan penetapan eksekusi yang mewajibkan bupati Puncak Jaya melakukan putusan ini. Saya pikir pak Bupati adalah warga negara yang taat hukum, dan bakal melaksanakan putusan MA ini,” sambung Herman.
Herman juga mengapresiasi sikap para Kepala Kampung di Puncak Jaya, yang memilih jalur hukum dan sabar begitu lama dalam proses hukum yang berlangsung.
“Ini sejarah baru. Para Kepala Kampung tak mau lagi perang yang akan mengorbankan masyarakatnya. Mereka memilih jalur hukum. Ini nilai positif yang harus kita apresiasi dari mereka sebagai masyarakat Puncak Jaya,” pungkasnya.
Sementara Kepala kampung Yamengga, distik Tingginambut, kabupaten Puncak Jaya, Genongga Enumbi, mengatakan, mereka memilih jalur hukum karena awalnya sempat terjadi peperangan suku yang menimbulkan banyak korban nyawa dan harta.
Sebelumnya Bupati Puncak Jaya Yuni Wonda mengeluarkan Surat Keputusan (SK) 188.45/95/KPTS/2018 Tanggal 22 Juni tentang Pengangkatan Kepala Kampung dan Sekretaris Kampung di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya periode tahun 2018-2024.
SK ini menimbulkan permasalahn yang berujung gugatan awal di PTUN Jayapura, sebab para Kepala dan Sekretaris sebelumnya, merasa mereka masih sah sebagai Kepala dan Sekretaris Kampung hingga tahun 2021 sesuai SK pengangkatan mereka.
Menutup statemennya , Sekda Tumiran mengajak semua pihak baik di Jayapura maupun di Puncak Jaya untuk menahan diri menyikapi hasil putusan MA.